Upa dan Upi

. Senin, 10 Oktober 2011
0 komentar
Pagi itu cuaca sedang bersahabat. Mentari menampakkan senyum ramahnya, tak nampak malu sedikitpun seperti yang biasa dilakukannya, bersembunyi dibalik awan. Nyanyian merdu burung-burung yang menari di angkasa dan berlatarkan birunya langit semakin menambah indahnya lukisan Tuhan.

Gelombang-gelombang air laut berlarian menuju pantai dan menghambur kepelukan karang. Riak-riak putihpun terlihat berteriak riang.

Ditengah samudra itu, sepasang kekasih sedang bercengkrama.
Upa : "Sayang, maukah kau berjanji satu hal padaku?"
Upi : "Hmm, tentang apa, sayang?"
Upa : "Berjanjilah kau akan selalu menungguku disini,"
Upi menunjukkan senyum terindahnya untuk kekasih yang sangat disayanginya itu, "Tentu saja sayangku, aku akan selalu menunggumu disini. Kita akan selalu bertemu kembali ditempat ini,"
Sepasang kekasih itu berpelukan erat seakan tak ingin apapun memisahkan mereka..

Sinar hangat mentari siang itu menandakan mereka harus segera bersiap-siap melakukan perjalanan panjang yang harus memisahkan mereka namun untuk bersatu kembali. Upa, Upi dan ribuan uap air yang lainnya terbang seraya menari dan mendendangkan lagu suka cita kemudian membentuk gumpalan-gumpalan awan putih di angkasa. Mereka menari, menari, menari dan berdendang sambil berpegangan erat. Sang bayu berhembus perlahan, menuntun kelompok-kelompok uap air itu ke tempat yang lebih tinggi. Tempat dimana mereka harus melepaskan genggaman tangan itu dan mendarat indah, menyentuh kulit bumi.

"Upaaa...",terdengar teriakan Upi dari gumpalan awan di depan,"ini saatnya aku memeluk bumi, aku akan menunggumu di tempat itu."
Upa tak sanggup berkata apa-apa, semua tersirat dari sorot matanya yg memancarkan kesedihan.
"Kutunggu kau ditempat itu, kita akan bersama lagi..." Kalimat terakhir dari Upi terbang bersama hembusan bayu yg hanya terdengar samar.
"Aku akan merindukanmu Upi, hiks," isak Upa dalam riuh nada-nada indah yang terlantun dari kelompoknya.
Hari selanjutnya, kelompok Upa yang terpenuhi dengan uap air yang bergabung kemarin, hari ini memutuskan untuk mengurangi kuota.
Upa nampak senang, senyum menghiasi wajahnya. Tak lama lagi, akan ditemuinya kekasih hatinya untuk melepas rindu itu.
Senandung-senandung hujan dilepaskan oleh gumpalan-gumpalan itu. Upa dan ribuan butiran lainnya terjun dengan indah, memeluk dedaunan, rerumputan, bunga, rumah-rumah penduduk, dan bahkan langsung ke sungai.

Di samudra itu, Upi telah menunggu datangnya sang kekasih. Dia bersembunyi dibalik karang, agar senyuman sang mentari tak kembali membawanya naik tanpa sempat bertemu kekasihnya itu. Ditunggunya dengan sabar kehadiran sang kekasih.
1 bulan...
2 bulan...
Dan dibulan ke 3 penantiannya, Upi memutuskan untuk mengikuti panggilan mentari untuk memulai perjalanan. Upi mencemaskan kekasihnya, Upa, yg tak kunjung datang.
"Aku akan menemukannya di perjalanan," Seru Upi dalam hati seraya tersenyum optimis.
Hampir sampai ditengah samudra, Upi mendengar suara yg telah lama ingin didengarnya. Upa, itu Upa. Dan menghambur kepelukan Upi.
"Kamu mau kemana? Lelah menantiku?"
"Tidak sayang, justru aku ingin pergi mencarimu, aku khawatir padamu."
"Perjalananku cukup panjang, jatuh di atap rumah, mengalir turun dan menelusup kedalam tanah."
"Untunglah aku bisa bertemu lagi denganmu,"
"Ini setumpuk rindu yang kusimpan,"
Upa memeluk kekasihnya itu dengan erat dan seakan tak terpisahkan lagi.

Kita akan bertemu kembali di sini sayangku, seperti Upa dan Upi yang telah melalui perjalanan panjang dan bertemu lagi di samudra cinta, tempat yang selalu mereka janjikan untuk kembali bersama.
^^selengkapnya..

Ini Tentang Mu..

. Minggu, 09 Oktober 2011
3 komentar
Punya pacar seperti kamu itu rasanya kayak nano nano. 
Tiap detik yg terlewati terasa manis, asam, asin, ramai rasanya.
Kamu : unik!
Penyiar radio tapi paling males nerima telpon.
Aneh!

Sempat timbul curiga saat kamu ga mau terima telponku dan jarang banget nelpon aku.
Tapi semua sahabatmu, sahabatku, sahabat kita, menguatkan kepercayaanku untukmu.
"Dia emang ga suka banget di telpon, mhiy,"
"Dia itu lebih nyaman ngetik sms daripada ngobrol panjang lebar ditelepon, mhiy,"
Dan beragam kalimat yg mampu meyakinkanku kalau kamu memang begitu.
Bukan karena kamu disana 'macem-macem'.


Yah, hubungan LDR yg baru kita bangun ini emang cuma butuh satu tiang penyangga,, PERCAYA..
Tenang sayang, aku berusaha mengokohkan tiang itu, bukan cuma kamu yg berjuang.. :)
"Yah, kalo lewat sms pasti bisa ngobrol kapan aja, termasuk saat kamu siaran,hehe.."
Itu kalimat penguatku..

Dan tahukah kamu sayangku, telpon tengah malam darimu pada tanggal 23 itu adalah hadiah terindah yg kamu berikan.
Bukan berarti hadiah yg satu itu ga indah, tapi telpon tengah malam mu itu sangat berarti untukku.
Kalo kata Syahrini, "Sesuatu banget"..hehe
Bagaimana mungkin seorang kamu yang ga bisa begadang dan jarang nelpon aku, terbangun tengah malam dan jadi orang pertama yg mengucapkannya?
Dari ujung telpon kudengar suaramu yg setengah terjaga.
Lucu, tapi membuatku tak sanggup berkata-kata.
Terharu.. :')

Yah, kamu emang bukan orang yg romantis, dan tak perlu jadi romantis agar aku memberikan perasaan ini untukmu..

Hampir setengah tahun kita lewati dengan cerita asam manis cinta,
terimakasih sayang, sudah menjadi hadiah terindah dari Tuhan untuk ku..
Semoga ini selamanya..
^^selengkapnya..

Dari Jendela Itu...

. Sabtu, 08 Oktober 2011
0 komentar
Aku bukan anak jalanan, anak yg doyan ngabisin bensin untuk sekedar mengitari kota dan ngumpul di satu titik bersama teman-temannya. Aku lebih senang menghabiskan waktuku dirumah, bersama seluruh penghuni rumah, dan sebuah ruangan favoritku: kamarku istanaku. Disana terdapat jendela geser yg lebar, saksi bisu segala aktifitasku.

Bagiku jendela tak hanya berfungsi sebagai tempat bertemunya udara yg maksa pengen masuk kedalam kamarku dan udara yg udah bosen berputar" didalamnya, tetapi jendela ini tempat nongkrong paling keren dan udah banyak mencatat berbagai macam 'kegilaan' ku selama di istanaku itu.

Cuaca di kota ku yang sering galau (tiba-tiba hujan--tiba-tiba panas) membuatku malas beranjak dari kamar, beranjak dari kasurku yg walaupun bukan springbed dan bantalku yg bukan bantal bulu angsa serta selimut yg tak setebal bedcover, tetap memaksa ku untuk tinggal dan beguling-guling-ria bersama 'mereka'. Pernah niatku untuk pergi kekampus yg sudah bulat digagalkan dengan hujan dadakan yg deras. Dan aku hanya bisa menatap penuh duka dibalik jendela. Aku bukan pengendara roda 4 yang bisa tetap tenang walau hujan badai sekalipun, hehe, cuma seorang dengan motor bututnya yg males keluar rumah dan memilih tetap tinggal di kamarku istanaku itu. Mau marah tapi sama siapa coba? Sama Dia yang menurunkan hujan? Astagfirullah.. Hujan itu anugrah.. Dan kita harus bersyukur.  *alesan si mhiy aja,,biar ga dibilang males ngampus*

Dari jendela itu pula aku bisa menemukan unsur melankolis dari diriku yg sedikit preman ini.. hahaha
Kebiasaan menyendiri saat malam datang dan galau menyerang, emang enak banget dibawa duduk di depan jendela kamarku ini. Memandang bintang, sampai telponan bareng kekasih nun jauh disana dan sahabat-sahabat juga ku lakukan di sini. Ketawa-ketiwi, menggila bareng sahabat lama, bahkan sampai nangis-nangis bombay semua aku luapkan disini.


 

Itu tempat favoritku. 
Sudut milikku dan hanya milikku. 
Bagai sebuah prasasti yg mencatat kejadian bersejarah. 
Itu jendelaku!

^^selengkapnya..